Minggu, 28 Desember 2014

"Feel nothing", katanya.

Baru-baru saya sadar ini adalah malam minggu terakhir di tahun 2014. Dan saya habiskan malam minggu terakhir ini di kamar kosan, dengan bantal, pempek kapal selam pinggir jalan, sebotol teh gelas, dan laptop kesayangan. Saya memutar film 500 Days of Summer yang baru saya dapat beberapa hari  lalu. Ceritanya lumayan klise, saya dengar beberapa orang memuja film tersebut, saya kurang mengerti kenapa. Terlepas dari jalan ceritanya yang klise, saya suka bagaimana si narrator hadir, terutama di awal cerita. Saya suka kalimat pertama yang ia gunakan untuk memperkenalkan si tokoh perempuan;

"Since the disintegration of her parents marriage, she'd only loved two things. The first was her long dark hair, the second was how easily she could cut it off and feel nothing." 

Entah kenapa rasanya saya langsung terhubung dengan karakter si perempuan. Seakan saya rela berdiri membelanya tidak peduli seberapa besar kesalahan yang ia buat, tidak peduli seberapa menyakitkan ia untuk si karakter laki-laki, seandainya saja saya hidup dalam dunianya. Saya merasa si karakter perempuan, yang bahkan saya tidak bisa ingat namanya, mencari sesuatu yang hilang, yang saya juga tidak tahu apa. Tapi saya pikir hal itu bisa jadi sebuah rumah, bukan rumah harfiah dengan pagar dan pondasi, tapi sesuatu yang lebih abstrak mungkin sehalus udara atau senyuman. Dan bicara soal rumah, lusa saya pulang.

Saya mulai berpikir apa yang sudah hilang dari saya, tidak ada satupun klu tentang itu. Saat ini saya juga tidak tau pasti definisi rumah menurut saya sendiri, tapi yang saya tau pasti, saya rindu es teh tarik kedai Sabindo yang hampir tiap malam saya cicipi bersama papa, saya rindu kursi ruang keluarga yang mulai menipis sampai rangka kayunya agak terasa, saya rindu bagaimana sesekali saya menyiram tanaman yang jelas-jelas sudah mati di halaman, saya rindu ketika minggu pagi kadang saya dan papa membeli kue sus di satu rumah yang ternyata milik guru agama SMA saya, saya rindu ketika biasanya kami akan mampir membeli kebab Turki sekedar untuk camilan malam, saya rindu tekanan air shower kamar mandi yang paling pas di jam 7 pagi, atau jam 9 malam, saya rindu lantai keramiknya yang pecah dan sesekali membuat saya tersandung, saya rindu melihat boneka-boneka tua saya di bupet kaca hitam, saya rindu menekan tombol-tombol ajaib di mesin cuci, saya rindu keluar untuk membuka atau menutup katub tandon, saya rindu tidur santai di kasur angin depan televisi, saya rindu ditinggal sendiri di rumah dan berpikir sudah jadi apakah saya beberapa waktu terakhir, dan bahkan, saya rindu bau menyengat sampah yang turun saat malam dari bukit sebelah.   

Saya merasa agak beruntung karena setidaknya saya masih bisa merasakan hal-hal tadi, saya kira saya sudah mati seperti Summer, saya baru ingat namanya yang bahkan digunakan di judul film. Tapi bagaimanapun, saya mengerti rasanya seperti apa, saya merasakan banyak hal yang orang lain tidak. Saya tau ini terdengar teramat sangat cengeng, tapi yasudahlah. Mungkin saya juga sudah lelah berpura-pura kuat. 

Ini sudah hari minggu rupanya. Hari minggu terakhir di tahun 2014.
Besok saya pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar