Senin, 18 Februari 2013

sweet-risky-things

saya ingat waktu kamu bicara soal resiko. rasanya janggal, bagaimana kamu membungkus makna yang satu itu dengan kalimat 'resiko', sementara kebanyakan orang malah menyebutnya sebagai anugrah. tapi belakangan saya mulai mengerti jalan pikiran kamu, 'resiko'? apapun yang tidak kita inginkan untuk terjadi tapi berkemungkinan terjadi bisa didefinisikan sebagai resiko. ya mungkin. kira-kira seperti itu.

mungkin saya sudah terbiasa makan pahit, sampe-sampe disuguhin yang manis malah nolak. kurang biasa. merasa agak-kurang-pantes. sadar diri aja mungkin ya. kurang ngerti juga sebenernya. saya cuma kurang percaya kalo orang macem saya bisa bikin something yang seperti itu. keterlaluan rasanya. 

bisa diumpamakan, resiko dapat mobil dari undian supermarket. 'resiko'. resiko... begoknya agak berlebihan memang. tapi saya memang merasa terancam. bisa diumpakan lagi, mobil itu tidak dijamin bukan salah satu decepticon yang bisa kapan aja berubah jadi mesin pembunuh. ya mungkin. kira-kira seperti itu.

intinya, ya saya memang tidak biasa mengambil resiko. semanis apapun itu resikonya.

Kalau kita memang 2 tetes air, maka aku sudah terserap menuju inti bumi, sedang kamu sudah menguap karena terik matahari.

komitmen?

akhir-akhir ini saya berpikir soal apa itu komitmen. entah bisa disebut apa, tapi hal itu terasa agak-agak menakutkan. komitmen itu mengikat, tidak bebas, dapat disalahkan, dan hal-hal sejenis yang menggerahkan leher. rasa-rasanya memang bahagia orang-orang yang hidup normal, yang menjalani apapun itu yang biasa dijalani, yang biasa dilakukan orang-orang pada umumnya. tapi saya malah ragu bisa hidup dalam keteraturan, dalam rutinitas seperti minum obat pagi dan malam. mengucapkan selamat malam dan mendapat ucapan selamat pagi. terdengar sedikit naif memang kalo saya pengen hidup bebas. bebas memang kadang identik dengan konotasi negatif. tapi saya rasa ini yang paling berlogika untuk dilakukan dimasa-masa seperti ini. demi Tuhan, saya butuh inspirasi.