Rabu, 27 November 2013

hati, organ ekskresi.

lagi, saya menulis karena saking tidak tahu harus bagaimana.
bukan sekali dua kali. saking banyaknya hal yang harus dilakukan, saya malah memilih duduk manis di depan lepi sambil mengetik hal-hal yang tidak perlu sama sekali. saya adalah penulis yang paling egois sedunia, saya cuma mau nulis tanpa repot-repot baca. hina.
dan kamu, kamu yang sedang membaca tulisan ini, kamu tidak perlu repot-repot. saya yakin masih banyak hal yang lebih penting yang harus kamu lakukan. pergi.

seorang teman menginap di kosan malam ini, setelah tadi saya mohon-mohon demi tidak pulang sendirian. tapi tetap saja sepi. dia sibuk dengan tablet saya, dan saya pakai lepi untuk menulis di blog ini. saya mau bilang, saya jatuh cinta. sudah itu saja. karena saya masih belum tahu jelas apa yang sebenarnya saya rasa. mungkin cuma suka-suka biasa, biasa, seperti biasanya. selepas kejadian itu, saya masih ragu apa saya bisa betul-betul nitip hati lagi atau tidak. malah kadang saya heran apa saya masih punya hati. mungkin definisi hati yang saya punya itu sekedar hati organ ekskresi, berhenti sampai di situ. bukan hal-hal lain yang tidak bisa diartikan secara harfiah.

saya tidak mau bicara macam-macam karena tidak mau nanti ketulahan. tapi ya memang seperti itu adanya. sempat saya tergila-gila dengan lagu Dee yang Curhat Buat Sahabat. intinya si perempuan dalam lagu itu akhirnya memilih untuk diam, sekedar menunggu orang biasa yang datang, bukan mengejar apa yang belum tentu bisa ia sentuh meski seujung jarinya saja. saya selalu ingin jadi perempuan itu. yang sadar akan apa yang ia punya, dan bersyukur karenanya. tapi entah setan macam apa yang rajin bertengger di hati ini, di organ ekskresi ini. saya berkata bahwa saya cuma ingin diam dan duduk di tempat saja, menunggu orang lain datang. namun malah tak pernah sekalipun saya biarkan orang lain itu mendatangi saya. selalu ada alasan. selalu ada hal yang membuat saya merasa kami tidak cocok satu sama lain atau hal-hal busuk lainnya.

saya harap kamu tidak mengecap saya orang naif kalo saya bilang saya cuma ingin penjaga. saya tidak mau apa-apa lagi selain itu. setidaknya untuk saat ini. saya bukan peramal yang bisa tau siapa lebih mencintai siapa dan untuk berapa lama, kamu juga bukan. jadi tidak perlu kamu repot-repot ambil kesimpulan.

dosen pernah bilang, penulis tidak harus mengerti apa isi tulisannya. tugas pembaca untuk memahami isi tulisan. saya tidak perlu tau apa maksud dan tujuan saya menulis ini, itu tugas kamu. tugas pembaca. anggap saja kamu dokter, dan saya pasiennya.

organ ekskresi saya sakit.

Senin, 04 November 2013

Beda Mau, Beda Butuh

Kemarin saya ngobrol dengan Dina, waktu itu hampir tengah malam karena dia kebetulan sedang menginap di kostan. Saya tanya soal mana yang benar dan salah di mata dia sebagai seorang perempuan tentang satu hal. Sebenarnya saya ingin ungkapkan apa yg sebenarnya kami bicarakan, tapi demi hidup-mati beberapa pihak--terutama saya, saya akan rangkum pembicaraan kami itu dengan kalimat yang berbeda.
"Waktu itu kamu sedang tidak enak badan, tapi ingin sekali jalan-jalan. Orang pertama mengantar kamu jalan-jalan seharian tanpa bosan. Orang kedua marah-marah keesokan harinya bertanya kenapa kamu jalan-jalan dan tidak istirahat di rumah saja. Mana yang kamu pilih?"
"Orang pertama"
"Kenapa?"
"Karena dia ada"
Saya cuma mengangguk. Dina cuma menganggap pertanyaan itu angin lewat. Saya tidak mau berdebat. Saya cuma menarik kesimpulan, bahwa kami berdua punya jalan pikiran yang berbeda. Karena jujur, saya memilih orang kedua.
Saya berpikir belakangan, ketika ada orang yang memberi apa yang saya mau, apa dia memberi apa yang saya butuh? Kira-kira seperti itu intinya. Saya mau orang yang seperti itu, yang bukan memberikan apa yang saya mau, melainkan apa yang saya butuh.
Malam itu sebenarnya saya ingin menjawab,
"Orang pertama mungkin cocok dijadikan pacar. Tapi orang kedua cocok dijadikan suami."