Kamis, 22 Desember 2011

berakhir

hampir 15 menit kita disini. berhadapan namun saling bungkam. tak ada suara, bahkan nyaris tak ada gerakan. kita hanya menatap sudut2 ruangan, sudut mana saja yg bisa dilihat agar meminimalisasi kemungkinan terjadinya kontak mata langsung antara kita. terasa begitu sunyi. lalu suara pertamamu terdengar. memecah keheningan yang tengah ku hayati dalam2..
"Jadi?"
"Jadi apa?" jawabku kembali bertanya, masih tetap membuang muka
"Ada yang harus kita bicarakan bukan?"
"Entahlah" jawabku singkat, kini aku berani menatap matanya
"Aku ingin minta maaf sebenarnya.."
"Untuk apa? kau tak salah apa2" aku berusaha mati2an agar nada suaraku terdengar meyakinkan
"Tapi aku merasa bersalah, kau tau, aku tau tentang itu semua..." jawabmu lirih
aku tak mampu membendung air mataku lagi, ingin rasanya aku mengucapkan "Semua apa? tentang dia? tentang pacarmu? atau tentang fans2 mu termasuk aku? atau kau mau bilang kau menyesal karena sudah terlalu banyak memberikan harapan pada ku??!" tapi aku tak mengatakannya. aku sadar itu hanya akan memperburuk keadaan. maka aku memilih diam. diam dan menangis. seperti biasanya, lemah seperti biasanya.
malam itu berakhir seperti dugaanku, tak jauh-jauh dari sesak nafas dan air mata. sangat klasik. sangat gampang ditebak.
kau meninggalkan aku sendirian disana, entah karena memberiku ruang untuk sendiri, atau malah karna kau sudah benar2 lepas tangan atas hal yang kau mulai sendiri, aku tak peduli, yang ku tau aku butuh ruang untuk sendiri, berpikir apa jalan terbaik yang harus ku lalui saat ini.

"Seharusnya kamu berpikir sebelum kamu putuskan untuk mendekati seorang gadis saat kamu sendiri sudah memiliki seorang kekasih. karna pada akhirnya kamu akan buat gadis itu terikat sedang kamu dan gadis itu sendiri tau bahwa tak akan ada hubungan yang bisa dipertahankan, bila memang hubungan itu ada." kata2 itu yang selalu ku jadikan pukulan buat mu, untuk menghakimi mu meskipun kalimat itu tak pernah tersampaikan padamu. aku selalu diam. selalu terima keadaan dan membiarkan semua terjadi begitu saja. aku terlalu sabar...

kau coba menghubungiku malam itu, menelpon berulang kali dan mengirim pesan belasan kali. hanya untuk memastikan aku baik2 saja sepeninggalmu. tapi itu semua tak ku hiraukan, sudah kubilang, aku butuh waktu untuk berfikir.

malam itu ku habiskan untuk mengeluarkan isi kepala dan hati, kucampur aduk dan entah mau ku apakan lagi. aku sudah terlanjur memakai perasaan pada hubungan kita, terlanjur memakai terlalu banyak perasaan yang ternyata tak mengubah apapun juga. kau tetap memilih dia. dia yang pertama mengisi hatimu. dia yang lebih dulu merenggut jiwa mu. bukan aku.

dan akhirnya aku dapatkan jawaban yg kucari, sudah mantap dan tak mau ku ganti lagi. kini hanya tinggal mengumpulkan keberanian untuk mengatakan jawabanku itu. mengumpulkan keberanian untuk sekedar mengangkat telepon dari mu dan mengatakan apa mauku. mengumpulkan keberanian untuk 'bicara' pertama kalinya, setelah sekian lama.

ponsel ku berbunyi lagi, kau masih jadi orang yg berdiri diujung sana yang menunggu kemunculan suaraku. aku tak peduli lagi, aku harus berani. ku ambil ponsel itu dan mengangkatnya, untuk beberapa detik tak ada suara. kau diam, aku juga.
lalu kau lontarkan kalimat pertama dan terakhirmu disana,
hanya ada 2 kalimat dalam percakapan kita.

"keputusanmu?"

"berakhir..."

semua kembali hening. kau diam, aku juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar