Kurang
lebih sama seperti kemarin, kemarin lusa, dan ratusan hari sebelumnya. Kamu
duduk di bangku cantikmu, sendiri dengan hanya ditemani secangkir teh yang
ditaruh di sisi. Sementara aku berdiri tepat di tempatku, tidak berubah sama
sekali, seperti kemarin, kemarin lusa, dan ribuan hari sebelumnya.
Bukankah suatu keajaiban kita bisa jalani satu hal
yang sama setiap hari tanpa merasa bosan? Tanpa merasa lelah dan ingin pergi
jauh-jauh. Hari demi hari, bulan demi bulan, sampai tahun berganti. Aku
mendapatimu di sini dengan porsi yang sanggup aku tangkap, tidak lebih dan
tidak kurang. Begitu juga caramu menikmati apa yang bisa aku beri. Sesuai
porsi.
Aku rasa tidak sedikit yang percaya bahwa manusia
selalu menginginkan lebih dari pada porsinya, apalagi tentang hal yang tidak bisa mereka genggam. Tapi tidak,
kamu beda cerita. Karena itu aku merasa bahwa kamu lah pasangan paling ideal
yang pernah ada. Seperti aku, kamu hanya memberi dan menerima sesuai apa yang kamu
bisa.
Kamu memang berbeda, aku percaya. Satu saraf
istimewa tertanam dalam tubuh mu entah kenapa. Saraf itu membuatmu melihat
lebih dekat, merasa lebih dalam, dan berpikir lebih panjang. Tapi mereka bilang seharusnya kamu bisa
melihat jauh bukan dekat, sedangkan merasa lebih dalam hanya akan menghanyutkan
dan berpikir terlalu panjang hanya akan membingungkan.
Mereka lantas menyebutmu gila, dan menempatkanmu di
sini bersamaku untuk waktu yang sangat lama.
Tapi nampaknya kita memang punya definisi berbeda
tentang lama-tidaknya suatu masa. Belasan tahunmu terasa hanya belasan minggu,
membuatku merasa bisa hidup selamanya untuk sekedar menemani setiap detikmu. Itu
membuatku mengingat semua detail yang kemungkinan besar kamu lupa. Seperti saat
pertama kali aku melihatmu duduk di kursi cantik itu, bersetelan rapih layaknya
wanita muda kebanyakan meski kamu terlihat sedikit lebih rapuh dari dalam. Seperti
ada secuil jiwa yang hilang dari tempatnya.
Beberapa hari kemudian aku melihatmu lagi di tempat
yang sama, duduk cantik di kursi yang cantik pula. Hanya saja saat itu kamu
terlihat sangat berbeda, tidak ada mantel bulu dan topi mahal seperti kali
sebelumnya. Aku mendapatimu dengan hanya pakaian putih sederhana serta gelang
tipis yang bertuliskan nomor dan nama. Sama seperti yang lainnya. Meski kamu
telah jadi bagian baru dari ‘keluarga’, entah kenapa aku merasa secuil jiwa mu
sudah kembali pada tempatnya.
Aku mendengar bisik orang di sekitar, bahwa kamu di
sini karena cinta sudah mengecewakanmu untuk yang kesekian kalinya. Bahwa cinta
telah membuatmu hidup di satu sisi dunia dimana hanya ada benci dan putus asa. Cinta
membuatmu bertanya tentang siapa yang mencintai siapa, karena apa dan untuk
apa. Pertanyaan-pertanyaan yang membuatmu gila, membuatmu benci, membuatmu
putus asa.
Aku akan duduk di sampingmu seandainya aku bisa. Mendatangimu
ke sana, menggenggam tanganmu sambil berkata bahwa tidak masalah kamu ini siapa
dan siapa yang kamu cinta. Karena pada akhirnya, di tempat ini kita akan selalu
punya ‘siapa’ yang berbeda-beda, ‘siapa’ yang tidak sama.
Karena tidak ada lagi poin menjadi siapa ataupun
siapa, kamu bebas menjadi apapun yang kamu suka. Entah itu manusia, burung
dara, ataupun segelas manis es kelapa muda. Setidaknya itulah yang kita semua
lakukan di tempat ini, menjadi apapun yang kita mau tanpa peduli apapun yang
mereka kata.
Aku juga dengar bisik orang di sekitar, bahwa
seiring tahun berganti, lukamu itu perlahan terobati. Namun bukan dengan cara
yang mereka sudah rencanakan. Ironis karena semakin hari hatimu terobati,
semakin juga mereka menganggapmu perlu diobati lagi dan lagi. Mereka bilang
kamu sudah jatuh cinta pada sesuatu yang seharusnya tidak kamu cintai. Kamu
sudah menaruh hati pada sebuah pohon muda yang tertanam dekat dari tempatmu
biasa menghabiskan hari. Kamu semakin gila, kata mereka.
Nampaknya kamu sudah menentukan ‘siapa’ macam apa
yang kamu suka. Kamu memilih untuk jadi seorang wanita yang punya konsistensi
jatuh cinta pada sosok kayu berdaun di depannya. Sosok yang hanya diam, tidak
bergerak apalagi berbicara. Kamu pantas berbahagia karena bagaimanapun,
pertanyaan-pertanyaan yang menghantuimu sedikit-sedikit menemunkan jawaban.
Siapa yang mencintai siapa, kamu yang mencintai ‘ia’.
Namun aku percaya saraf istimewa itu membuatmu
mengerti arti semua meskipun ia tidak bersuara. Aku percaya kamu bisa menangkap
segala isyarat yang terkirim lewat udara. Bahwa cintamu terbalaskan sudah,
bahwa cintamu tidak pernah sia-sia. Tidak ada lagi penghianatan, benci, apalagi
putus asa. Kamu pantas berbahagia.
Dan aku percaya cepat atau lambat kamu akan
menemukan jawaban-jawaban lainnya. ‘Untuk dan karena apa kamu jatuh cinta?’.
Hati kecilku yakin bahwa saraf istimewamu akan bisa melihat apa yang orang lain
tidak. Orang lain melihat terlalu jauh sampai-sampai menganggap yang dekat
tidak ada. Karena itulah kamu jatuh cinta, karena kamu hanya menghayati apa
yang bisa kamu punya. Saat ini kamu punya sebuah pohon yang setia meneduhkanmu,
yang setia menanakanmu oksigen setiap harinya tanpa ada libur kerja. Apalagi
yang bisa kamu harap lebih baik dari itu?
Tapi memang mereka tidak bisa mengerti kamu, mereka
hanya mau kamu kembali menjadi ‘siapa’ yang memakai mantel bulu dan topi mahal,
yang terlihat sedikit rapuh dari dalam. Ketika kamu sudah menjadi ‘siapa’ yang
mirip manekin itu, kamu akan menerima kartu bebasmu. Orang-orang akan mulai
menerimamu lagi sebagai ‘siapa’ yang mereka mau, bukan ‘siapa’ yang kamu suka.
Kamu akan keluar dari tembok beton dan pagar besi ini, karena mereka pikir
bukan tempatmu lagi untuk dikelilingi jiwa-jiwa yang tengah terganggu ini.
Kamu akan jalani hari-harimu lagi, namun sudah tidak
akan sama dengan kemarin, kemarin lusa, dan ratusan hari sebelumnya. Tidak ada
lagi pakaian sederhana dan gelang nama, tidak ada kursi cantik dengan secangkir
teh di sisi, tidak ada jatuh cinta dan tidak ada aku yang berdiri di tempat
biasanya.
Aku akan tetap di sini ketika kamu sudah menjalani
hari-hari lamamu lagi. Aku akan tetap mencintai sesuai apa yang bisa aku terima
dan aku beri, tanpa peduli tentang ‘siapa’ yang mencintai ‘siapa’ karena itu
tidak ada gunanya. Aku akan percaya bahwa nanti akan tiba suatu hari, di mana
aku akan menemuimu lagi. Tidak di tempat ini, bukan seperti ini lagi.
Nanti, ketika mungkin saja kamu adalah bunga dan aku
adalah kupu-kupu, kamu jadi secamangkuk kolak dan aku adalah sendokmu, atau
bila kita beruntung, kita akan mendapati satu sama lain dalam bentuk yang sama.
Entah itu manusia, burung dara, atau dua gelas manis es kelapa muda.
Tapi aku diajarkan untuk hidup di hari ini, bukan
kemarin, bukan nanti-nanti. Hari ini, di mana aku dapati kamu duduk di bangku
cantikmu, sendiri dengan hanya ditemani secangkir teh yang ditaruh di sisi. Seperti
itulah bentuk sempura dari bahagia yang aku punya. Maka, biarkan aku kembali
menghayati kamu sesuai porsi yang aku sanggup, sambil tetap menanakan oksigen
untuk terus kamu hirup.
Aku mencintaimu dengan segenap akar,
batang, ranting dan daun yang aku punya, sampai nanti reinkarnasi mengubah itu
semua.
Untuk semua yang
bertanya,
kenapa cinta itu buta.
14/8/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar