Kamis, 16 Juli 2015

Reinkarnasi Arbor

Kurang lebih sama seperti kemarin, kemarin lusa, dan ratusan hari sebelumnya. Kamu duduk di bangku cantikmu, sendiri dengan hanya ditemani secangkir teh yang ditaruh di sisi. Sementara aku berdiri tepat di tempatku, tidak berubah sama sekali, seperti kemarin, kemarin lusa, dan ribuan hari sebelumnya.

Bukankah suatu keajaiban kita bisa jalani satu hal yang sama setiap hari tanpa merasa bosan? Tanpa merasa lelah dan ingin pergi jauh-jauh. Hari demi hari, bulan demi bulan, sampai tahun berganti. Aku mendapatimu di sini dengan porsi yang sanggup aku tangkap, tidak lebih dan tidak kurang. Begitu juga caramu menikmati apa yang bisa aku beri. Sesuai porsi.

Aku rasa tidak sedikit yang percaya bahwa manusia selalu menginginkan lebih dari pada porsinya, apalagi tentang hal  yang tidak bisa mereka genggam. Tapi tidak, kamu beda cerita. Karena itu aku merasa bahwa kamu lah pasangan paling ideal yang pernah ada. Seperti aku, kamu hanya memberi dan menerima sesuai apa yang kamu bisa.

Kamu memang berbeda, aku percaya. Satu saraf istimewa tertanam dalam tubuh mu entah kenapa. Saraf itu membuatmu melihat lebih dekat, merasa lebih dalam, dan berpikir lebih panjang.  Tapi mereka bilang seharusnya kamu bisa melihat jauh bukan dekat, sedangkan merasa lebih dalam hanya akan menghanyutkan dan berpikir terlalu panjang hanya akan membingungkan.

Mereka lantas menyebutmu gila, dan menempatkanmu di sini bersamaku untuk waktu yang sangat lama.

Tapi nampaknya kita memang punya definisi berbeda tentang lama-tidaknya suatu masa. Belasan tahunmu terasa hanya belasan minggu, membuatku merasa bisa hidup selamanya untuk sekedar menemani setiap detikmu. Itu membuatku mengingat semua detail yang kemungkinan besar kamu lupa. Seperti saat pertama kali aku melihatmu duduk di kursi cantik itu, bersetelan rapih layaknya wanita muda kebanyakan meski kamu terlihat sedikit lebih rapuh dari dalam. Seperti ada secuil jiwa yang hilang dari tempatnya.

Beberapa hari kemudian aku melihatmu lagi di tempat yang sama, duduk cantik di kursi yang cantik pula. Hanya saja saat itu kamu terlihat sangat berbeda, tidak ada mantel bulu dan topi mahal seperti kali sebelumnya. Aku mendapatimu dengan hanya pakaian putih sederhana serta gelang tipis yang bertuliskan nomor dan nama. Sama seperti yang lainnya. Meski kamu telah jadi bagian baru dari ‘keluarga’, entah kenapa aku merasa secuil jiwa mu sudah kembali pada tempatnya.

Aku mendengar bisik orang di sekitar, bahwa kamu di sini karena cinta sudah mengecewakanmu untuk yang kesekian kalinya. Bahwa cinta telah membuatmu hidup di satu sisi dunia dimana hanya ada benci dan putus asa. Cinta membuatmu bertanya tentang siapa yang mencintai siapa, karena apa dan untuk apa. Pertanyaan-pertanyaan yang membuatmu gila, membuatmu benci, membuatmu putus asa.

Aku akan duduk di sampingmu seandainya aku bisa. Mendatangimu ke sana, menggenggam tanganmu sambil berkata bahwa tidak masalah kamu ini siapa dan siapa yang kamu cinta. Karena pada akhirnya, di tempat ini kita akan selalu punya ‘siapa’ yang berbeda-beda, ‘siapa’ yang tidak sama.

Karena tidak ada lagi poin menjadi siapa ataupun siapa, kamu bebas menjadi apapun yang kamu suka. Entah itu manusia, burung dara, ataupun segelas manis es kelapa muda. Setidaknya itulah yang kita semua lakukan di tempat ini, menjadi apapun yang kita mau tanpa peduli apapun yang mereka kata.

Aku juga dengar bisik orang di sekitar, bahwa seiring tahun berganti, lukamu itu perlahan terobati. Namun bukan dengan cara yang mereka sudah rencanakan. Ironis karena semakin hari hatimu terobati, semakin juga mereka menganggapmu perlu diobati lagi dan lagi. Mereka bilang kamu sudah jatuh cinta pada sesuatu yang seharusnya tidak kamu cintai. Kamu sudah menaruh hati pada sebuah pohon muda yang tertanam dekat dari tempatmu biasa menghabiskan hari. Kamu semakin gila, kata mereka.

Nampaknya kamu sudah menentukan ‘siapa’ macam apa yang kamu suka. Kamu memilih untuk jadi seorang wanita yang punya konsistensi jatuh cinta pada sosok kayu berdaun di depannya. Sosok yang hanya diam, tidak bergerak apalagi berbicara. Kamu pantas berbahagia karena bagaimanapun, pertanyaan-pertanyaan yang menghantuimu sedikit-sedikit menemunkan jawaban. Siapa yang mencintai siapa, kamu yang mencintai ‘ia’.

Namun aku percaya saraf istimewa itu membuatmu mengerti arti semua meskipun ia tidak bersuara. Aku percaya kamu bisa menangkap segala isyarat yang terkirim lewat udara. Bahwa cintamu terbalaskan sudah, bahwa cintamu tidak pernah sia-sia. Tidak ada lagi penghianatan, benci, apalagi putus asa. Kamu pantas berbahagia.

Dan aku percaya cepat atau lambat kamu akan menemukan jawaban-jawaban lainnya. ‘Untuk dan karena apa kamu jatuh cinta?’. Hati kecilku yakin bahwa saraf istimewamu akan bisa melihat apa yang orang lain tidak. Orang lain melihat terlalu jauh sampai-sampai menganggap yang dekat tidak ada. Karena itulah kamu jatuh cinta, karena kamu hanya menghayati apa yang bisa kamu punya. Saat ini kamu punya sebuah pohon yang setia meneduhkanmu, yang setia menanakanmu oksigen setiap harinya tanpa ada libur kerja. Apalagi yang bisa kamu harap lebih baik dari itu?

Tapi memang mereka tidak bisa mengerti kamu, mereka hanya mau kamu kembali menjadi ‘siapa’ yang memakai mantel bulu dan topi mahal, yang terlihat sedikit rapuh dari dalam. Ketika kamu sudah menjadi ‘siapa’ yang mirip manekin itu, kamu akan menerima kartu bebasmu. Orang-orang akan mulai menerimamu lagi sebagai ‘siapa’ yang mereka mau, bukan ‘siapa’ yang kamu suka. Kamu akan keluar dari tembok beton dan pagar besi ini, karena mereka pikir bukan tempatmu lagi untuk dikelilingi jiwa-jiwa yang tengah terganggu ini.

Kamu akan jalani hari-harimu lagi, namun sudah tidak akan sama dengan kemarin, kemarin lusa, dan ratusan hari sebelumnya. Tidak ada lagi pakaian sederhana dan gelang nama, tidak ada kursi cantik dengan secangkir teh di sisi, tidak ada jatuh cinta dan tidak ada aku yang berdiri di tempat biasanya.

Aku akan tetap di sini ketika kamu sudah menjalani hari-hari lamamu lagi. Aku akan tetap mencintai sesuai apa yang bisa aku terima dan aku beri, tanpa peduli tentang ‘siapa’ yang mencintai ‘siapa’ karena itu tidak ada gunanya. Aku akan percaya bahwa nanti akan tiba suatu hari, di mana aku akan menemuimu lagi. Tidak di tempat ini, bukan seperti ini lagi.

Nanti, ketika mungkin saja kamu adalah bunga dan aku adalah kupu-kupu, kamu jadi secamangkuk kolak dan aku adalah sendokmu, atau bila kita beruntung, kita akan mendapati satu sama lain dalam bentuk yang sama. Entah itu manusia, burung dara, atau dua gelas manis es kelapa muda.

Tapi aku diajarkan untuk hidup di hari ini, bukan kemarin, bukan nanti-nanti. Hari ini, di mana aku dapati kamu duduk di bangku cantikmu, sendiri dengan hanya ditemani secangkir teh yang ditaruh di sisi. Seperti itulah bentuk sempura dari bahagia yang aku punya. Maka, biarkan aku kembali menghayati kamu sesuai porsi yang aku sanggup, sambil tetap menanakan oksigen untuk terus kamu hirup.

Aku mencintaimu dengan segenap akar, batang, ranting dan daun yang aku punya, sampai nanti reinkarnasi mengubah itu semua.

Untuk semua yang bertanya,
kenapa cinta itu buta.
14/8/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar